Onetunejabar.com
- Indonesia, dengan julukan Zamrud Khatulistiwa, diakui sebagai salah satu
gudang kekayaan hayati dan budaya terbesar di dunia.
Dari
deretan gunung berapi yang megah, garis pantai yang membentang puluhan ribu
kilometer, hingga satwa endemik langka seperti gajah, harimau, dan badak, semua
menyimpan potensi masif untuk menjadi magnet ekowisata global.
Namun,
potensi luar biasa ini dinilai belum tergarap optimal, bahkan dianggap
tertinggal dari negara-negara tetangga.
Kritik
tajam dan solusi visioner ini datang dari Guru Besar Fakultas Kehutanan
dan Lingkungan IPB University, Prof. Ricky Avenzora.
Dalam
Konferensi Pers Pra-Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University pada 18 September
2025,, Prof. Ricky tidak hanya menyoroti masalah, tetapi juga menawarkan cetak
biru transformasi pariwisata Indonesia.
Prof.
Ricky Avenzora mengungkapkan bahwa pariwisata Indonesia saat ini masih
terbelenggu oleh masalah klasik.
"Kita
punya kekayaan luar biasa, tetapi yang muncul justru konflik manusia
dengan satwa liar, kerusakan alam, dan distribusi manfaat pariwisata yang tidak
adil. Masyarakat kecil hanya mendapat 'recehan'," ujar Prof. Ricky
Avenzora.
Menurutnya,
masalah pariwisata Indonesia mengerucut pada tiga persoalan besar:
-
Kalah Bersaing: Devisa dan jumlah wisatawan asing Indonesia masih
tertinggal dibandingkan negara tetangga.
-
Ketidakadilan Manfaat: Manfaat ekonomi pariwisata lebih banyak dinikmati
oleh kelompok menengah-atas, meninggalkan masyarakat kecil dalam kemiskinan.
Dalam
paparannya yang berjudul Retrospeksi Akademis 35 Tahun Pembangunan
Ekowisata di Indonesia, Prof. Ricky menekankan perlunya pergeseran
fundamental dalam memaknai kegiatan pariwisata. Rekreasi dan pariwisata,
katanya, tidak boleh lagi dimaknai sebatas kebebasan bepergian.
“Harus
diubah menjadi perjalanan berkesadaran yang memberi manfaat bagi
semesta. Itulah ekowisata,” tegasnya.
Ekowisata,
dengan demikian, bukan sekadar melihat keindahan alam, tetapi juga tentang cara
menemukan jati diri bangsa, melestarikan warisan budaya yang kaya, dan secara
konkret meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Prof.
Ricky juga menyoroti harta karun Indonesia yang paling berharga namun
terabaikan, yakni budaya Nusantara.
Dengan lebih dari 1.300 etnis, ratusan jenis seni bela diri, permainan tradisional yang beragam, hingga ribuan folklor yang belum terekspos, Indonesia berpotensi besar mengembangkan industri kreatif kelas dunia berbasis ekowisata budaya.
Untuk
keluar dari jebakan pariwisata massal yang merusak dan tidak merata, Prof.
Ricky menilai pengembangan pariwisata harus bergeser dari sekadar membangun
fasilitas mewah untuk turis, menjadi pembangunan yang berpihak pada
masyarakat lokal.
Prof.
Ricky Avenzora menyoroti pentingnya peran sektor swasta sebagai inkubator
bisnis komunal.
Pengusaha
menengah-atas yang konsisten mengembangkan ekowisata harus didukung penuh.
Sebagai contoh positif, ia menyebut inisiatif seperti EIGER Adventure
Land.
EIGER
adalah salah satunya, dan semestinya didukung penuh pemerintah,” katanya,
menunjukkan bahwa kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dan pengusaha adalah
kunci.
Di
sisi lain, Prof. Ricky melayangkan kritik keras terhadap praktik penyegelan dan
pencabutan izin usaha wisata di sejumlah daerah.
“Pola
hentikan dan bongkar adalah bentuk arogansi jabatan yang secara
hukum tidak dibenarkan, serta secara sosial-ekonomi sangat merugikan masyarakat
luas dan juga negara,” ujarnya.
Kebijakan
yang tidak berpihak pada usaha rakyat dan dunia usaha hanya akan menghambat
laju ekonomi berbasis pariwisata.
Sebagai
jalan keluar yang komprehensif, Prof. Ricky menawarkan beberapa langkah
strategis:
-
Academic Reengineering: Perombakan total di bidang pariwisata di ranah
akademis untuk melahirkan SDM yang berwawasan ekowisata dan berkelanjutan.
-
Pergeseran Paradigma Pembangunan: Dari fokus turis menjadi fokus
masyarakat lokal sebagai subjek dan objek pembangunan.
-
Regulasi yang Ramah: Dukungan regulasi yang kondusif bagi masyarakat yang
berbisnis pariwisata dan dunia usaha yang berkomitmen pada ekowisata.
Ekowisata kini
bukan hanya sebuah tren, tetapi telah menjelma menjadi kebutuhan dan jalan
baru bagi pariwisata Indonesia.
Ini
adalah visi yang menjanjikan: pariwisata yang menjaga alam, melestarikan
budaya, dan memastikan kesejahteraan rakyat secara merata.
0 Comments